Beberapa waktu terakhir ini dalam konseling maupun kehidupan
keseharian saya menemukan beberapa orang yang mengatakan baik secara
eksplisit maupun implisit bahwa pasangannya yang sekarang bukan
soulmatenya. Mereka mengatakan bahwa belahan jiwa mereka yang
sesungguhnya bukanlah pasangan mereka saat ini. Soulmate mereka adalah
mantan mereka, selingkuhan mereka, atau seseorang yang mereka kagumi dan
inginkan untuk menjadi pasangan hidupnya tapi tidak kesampaian.
Saya hanya bisa mengurut dada. Lalu apa yang diharapkan dengan sikap
seperti itu? Yang mungkin tidak disadari oleh mereka yang mengatakan itu
adalah tidak adanya sikap bertanggung jawab atas kehidupan yang
dijalaninya sekarang. Terlebih lagi jika dia menikah bukan karena
paksaan, bukan karena dijodohkan tanpa kemauannya. Wah... koq keras
banget ya pernyataan ini...
Siapakah kita, yang berani mengatakan bahwa belahan jiwa kita
sesungguhnya itu adalah si A, si B? Siapakah kita, yang seakan-akan
mengetahui semua rahasia yang ada di kehidupan ini? Siapakah kita, yang
seakan-akan mengetahui secara pasti apa yang terbaik untuk kita? Lalu,
apa hak kita untuk mengatakan bahwa soulmate kita bukan pasangan hidup
kita? Melainkan si X? Siapa yang bisa menjamin kalau katakanlah ternyata
dalam skenario yang berbeda kita berjodoh dengan si X dan hidup kita
pasti bahagia?
Mau sampai kapan sikap tidak bersyukur, tidak berani bertanggung
jawab ini akan terus dijalani? Mau sampai kapan terus bersikap seperti
anak kecil? Yang melihat permen di tangan temannya lebih enak
dibandingkan yang ada di tangannya sendiri?
Sahabat, bagi yang sudah membaca buku kami Menikah Untuk Bahagia
pasti sudah tidak asing lagi dengan konsep: "Soulmate itu bukan
ditemukan, tapi diciptakan." Sebelum sahabat menolak konsep ini, saya
ingin mengajak sahabat semua untuk mencoba mencernanya pelan-pelan dan
coba direnungkan apakah konsep ini membawa kepada kebaikan atau kepada
keburukan, kehancuran. Membawa kepada sikap berdaya atau tidak berdaya.
Coba sahabat simak ungkapan di bawah ini:
Menikah dengan orang yang kita cintai itu sebuah KEMUNGKINAN.
Mencintai orang yang kita nikahi itu sebuah KEPUTUSAN.
Terus belajar mencintai orang yang sudah (lama) kita nikahi, itu sebuah PERJUANGAN.
Berani merasakan sakitnya untuk kembali membangun rasa cinta kepada orang yang kita nikahi, itu sebuah KEBERANIAN
Mau memaafkan pasangan yang kita nikahi itu sebuah KEMULIAAN
Melandaskan semua cinta hanya kepada Allah, itu sebuah KESEMPURNAAN
Mencintai orang yang kita nikahi itu sebuah KEPUTUSAN.
Terus belajar mencintai orang yang sudah (lama) kita nikahi, itu sebuah PERJUANGAN.
Berani merasakan sakitnya untuk kembali membangun rasa cinta kepada orang yang kita nikahi, itu sebuah KEBERANIAN
Mau memaafkan pasangan yang kita nikahi itu sebuah KEMULIAAN
Melandaskan semua cinta hanya kepada Allah, itu sebuah KESEMPURNAAN
Apa yang sahabat rasakan saat membaca ungkapan di atas?
Bagi sahabat yang merasakan adanya kehangatan di dada dan perasaan menjadi berdaya saat membaca ungkapan di atas, mungkin sahabat mulai bisa merasakan apa yang saya maksud dengan SOULMATE IS MADE, NOT FOUND.
Bagi sahabat yang merasakan adanya kehangatan di dada dan perasaan menjadi berdaya saat membaca ungkapan di atas, mungkin sahabat mulai bisa merasakan apa yang saya maksud dengan SOULMATE IS MADE, NOT FOUND.
Butuh kerja keras, kemauan yang kuat, stamina dan komitmen yang
tinggi untuk bisa mewujudkan hal ini. Kita berjuang untuk bisa menjadi
soulmate buat pasangan kita dan kita bantu pasangan kita untuk bisa
menjadi soulmate buat kita.
Sekarang, yang mana yang akan sahabat pilih?
@noveldy
#BersamaMenujuBahagia
0 komentar:
Posting Komentar